in985-Penanda-Halaman-Bunga-Raya-di-bawah-Bendera-Negara-Menulis-Kehidupan-Tabah-Halaman-demi-Halaman

▼

Pada cahaya pagi bulan Ogos di Malaysia, jalur merah dan putih serta bintang berbucu empat belas pada bendera negara mencerminkan cahaya kemerdekaan dan perpaduan. Saat ini, penanda buku bersulam bunga raya terbentang sepi di celah-celah halaman buku yang kekuningan, seolah-olah menceritakan kisah kecekalan yang senada dengan tanah ini. Empat belas jalur bendera negara adalah tulang belakang tiga belas negeri dan Wilayah Persekutuan; lima kelopak bunga raya berwarna merah terang melambangkan keberanian dan daya hidup abadi bangsa Melayu. Apabila kedua-duanya terjalin pada penanda buku, ia menjadi totem kerohanian dalam darah rakyat Malaysia – jumbai penanda buku itu ibarat reben bendera negara yang berkibar, mengingatkan kita agar tidak melupakan semangat perintis nenek moyang; bentuk kelopak yang bertindih membayangkan cincin tahunan pengumpulan pengetahuan dan pertumbuhan personaliti. Makna paling menyentuh bagi penanda buku ini terletak pada misinya "menghubungkan masa lalu dan masa depan". Sama seperti bendera negara yang perlu dilindungi dari generasi ke generasi, setiap mekar bunga raya adalah kesinambungan daya hidup. Apabila kami menggunakan penanda halaman untuk menandakan perjalanan membaca kami, kami sebenarnya mengukur transformasi kami sendiri: setiap kali kami membuka halaman, kami mengatasi kesukaran; setiap kali kita membaca semula perenggan yang ditandakan oleh penanda buku, kita sedang mengkaji keberanian untuk tidak pernah berputus asa. Memegang penanda buku pada bulan Hari Kebangsaan adalah seperti memegang kunci untuk membuka semangat kebangsaan. Ia memberitahu kita: kebebasan sebenar bukan sahaja kehebatan bendera negara yang berkibar, tetapi juga kedegilan bunga raya yang masih mekar dengan terang ditiup angin dan hujan. Semoga setiap rakyat Malaysia menjadi penanda buku mereka sendiri, menandakan koordinat kemajuan dalam tatal masa yang panjang, dan biarkan bendera merah putih sentiasa mencerminkan kecemerlangan ketabahan.

In the morning light of August in Malaysia, the red and white stripes and the fourteen-pointed star on the national flag reflect the light of independence and unity. At this moment, a bookmark embroidered with hibiscus flowers is quietly lying between the yellowed pages of a book, as if telling a story of tenacity that is in tune with this land. The fourteen stripes of the national flag are the backbone of the thirteen states and the federal territories; the five bright red petals of the hibiscus flower symbolize the eternal pursuit of courage and vitality by the Malay people. When the two are intertwined on a bookmark, it becomes a spiritual totem in the blood of Malaysians – the tassels of the bookmark are like fluttering national flag ribbons, reminding us not to forget the original intention of our ancestors to open up; the overlapping form of the petals is a metaphor for the annual rings of knowledge accumulation and personality growth. The most moving implication of this bookmark lies in its mission of "carrying on the past and ushering in the future". Just as the national flag needs to be guarded from generation to generation, every bloom of the hibiscus flower is a continuation of vitality. When we use bookmarks to mark our reading, we are actually measuring our transformation: every time we turn a page, we are overcoming difficulties; every time we reread the paragraphs that are clamped by the bookmarks, we are reviewing the courage to never give up. Holding such a bookmark in the National Day month is like holding a key to the national spirit. It tells us that true freedom is not only the magnificence of the national flag flying, but also the stubbornness of the hibiscus flower that blooms brightly despite the wind and rain. May every Malaysian become his or her own bookmark, marking the coordinates of progress in the long scroll of the times, and let the red and white flag always reflect the brilliance of tenacity.